Kalau ada orang yg bilang masa kecil itu indah, nyatanya gak semua orang punya masa kecil yg bahagia, aku salah satunya. Hi Sobat Disa, kenalin aku Utha, tim content Jadidewasa101. Kebetulan di episode podcast kali ini yang menjadi guest speaker adalah aku, yang sedang struggle memutus rantai dari segala aspek.
Semua keluarga pasti punya cerita, ada sisi baik, buruk dan tingkat kerumitan yang berbeda-beda. Menyaring pertemanan yang sehat itu sangat mudah dilakukan, selektif memilih pasangan merupakan keharusan demi masa depan, tapi keluarga kita enggak bisa pilih kan?! Family is gift. Tapi gimana caranya bisa menerima kalau ternyata kita dilahirkan dari keluarga yang enggak baik-baik aja?
Artikel ini berisi tentang tips dan bagaimana aku akhirnya mampu menghadapi situasi rumit di rumah, melihat ibuku sedang depresi, lalu kerumitan hidup yang aku lalui sejak kecil tanpa mendapat figur seorang ayah.
Pada tahun 90an, hidup di desa dengan status janda merupakan aib memalukan bagi ibuku dan juga keluarga besar, apalagi ditambah kehadiranku yang tidak diinginkan, semakin menambah rumitnya masalah. Alhasil Utha di waktu kecil sering menjadi bahan pelampiasan. Enggak salah aja tetep dimarahin, apalagi kalau salah. Belum lagi aku harus menyaksikan ibu yang depresi, waktu itu aku berusaha menenangkan dengan bahasa anak usia 4 tahun.
Pada umumnya anak TK pasti seneng banget kalau sekolah diantar jemput sama orangtuanya, tapi aku sudah berani berangkat sendiri ke sekolah, begitu juga pulang ke rumah jalan kaki. Yaa tapi juga namanya hidup di desa, lagi jalan tiba-tiba ada aja ibu-ibu yang mencibir.
Aku hampir tidak punya teman pada saat itu, karena stigmanya anak broken home itu nakal.
Karena kondisi di rumah sangat tidak kondusif dengan keadaan ibu yang masih belum stabil, akhirnya aku harus pindah ikut bude sejak kelas 1 SD.
Tapi itu justeru membuatku tidak fokus saat kelas berlangsung, otakku disibukkan dengan memikirkan ibu. Alhasil nilaiku selalu jelek. Aku sama sekali tidak mendapat motivasi untuk belajar.
Belum lagi ditambah konflik dimana aku sangat kesulitan untuk mengisi biodata orangtua nama ayah dan nama ibu. Iyaa, aku bahkan waktu itu enggak tahu siapa nama ayah kandung, kalau tanya orang rumah dimarahin, enggak nanya juga jadi masalah di sekolah. Sekarang dengan kondisi jauh lebih baik, kalau diinget-inget lagi momen itu, aku suka berbincang dengan diriku sendiri sambil tersenyum haru.
“Kok bisa ya aku dulu bisa melewati masa-masa itu, makasih yaa udah kuat, makasih udah mau berjuang”
Ternyata ketika beranjak dewasa, seperti bom waktu, hal-hal yang sudah terlewati sejak kecil dan belum ada upaya penyelesaian, selalu menghindar, selalu berusaha mencari pelarian, akhirnya collaps juga.
Saat kuliah semester awal, aku mencoba mendaftar beasiswa yang mana aku harus mengisi biodata nama ayah dan ibu kandung, belum sempat mengisi, tubuhku seketika lemas, mual, pusing dan hilang kendali. Waktu itu aku selalu merasa sedang berbincang dengan utha kecil dan dia bilang kalau yaudah sih ngapain hidup, lihat tuh ngisi biodata aja lemah, apalagi melewati tantangan-tantangan hidup lainnya.
Kalimat-kalimat itu semakin mengusai pikiranku, akhirnya kakakku memutuskan membawa ke psikolog dan berlanjut pada penanganan psikiater. Aku harus rutin melakukan pengobatan dan selama masa treatment itu harus cuti kuliah.
Setiap hari minum obat, terisolasi di kamar tanpa hp, cuman buku, bolpoin dan tumpukan novel Andrea Hirata. Tapi ternyata menjadi titik balik dalam hidupku, semua berawal dari journaling, psikiaterku menyarankan untuk menulis journal setiap hari, semua tertulis apa yang aku rasakan, apa yang aku lakukan dan apa yang aku pikirkan.
“Aku bisa jadi Andrea Hirata versi diriku” pikiran yang terbesit di otakku pada waktu itu.
Maka sambil menjalani pengobatan dan menunggu masa cuti kuliah selesai, aku manfaatkan untuk ikut belajar menulis, ternyata menulis yang semula tujuannya untuk terapi, justeru jadi hobi baru. Bahkan ketika aku sedang mengejar ketertinggalan mata kuliah, aku masih menyempatkan untuk belajar menulis.
Enggak sampai setahun, beberapa karyaku berupa artikel di muat di tabloid nasional, beberapa puisi terbit di media cetak lokal, aku bahkan mendapat kontrak proyek dari pemerintah kota untuk membuat beberapa buku dan menulis diorama museum.
Tak hanya itu, aku juga mendapat kontrak beberapa perusahaan swasta terkenal untuk terlibat dalam pembuatan copywriting dan biografi. Ah,Tuhan baik banget. Di satu sisi kita dikasih ujian begitu berat tapi juga Dia kasih hadiah berupa skill yang gak semua orang bisa dapatkan, yg gak ternilai harganya.
Semua Berawal Dari Jadi Aku Itu Enggak Enak
Itulah yang membuatku tekad memutus rantai tanpa menghakimi atau menyalahkan pola asuh orangtua. Dengan rasa hormat dan penuh syukur aku berterimakasih karena sudah dibesarkan, ada hal-hal baik yang bisa dijadikan panutan, namun hal-hal buruk sudah seharusnya kita putus.
Sekarang salah satu cita-citaku sudah terwujud, aku menjadi seorang ibu dan anakku memiliki seorang bapak yang sangat bertanggung jawab. Belajar dari masa kecil, karena di awal sudah bertekad memutus rantai kesengsaraan, maka aku selalu memberi akses pendidikan yang terbaik buat anak, mendengar dan mencoba mengerti apa yang menjadi kebutuhannya, yg tidak pernah aku dan suamiku dapatkan pada saat kecil.
Mempersiapkan Pendidikan Terbaik Untuk Anak Adalah Pemutus Rantai Terbaik
Meskipun anakku masih berusia 2,5 tahun. Bagiku pendidikan memang sudah seharusnya diterapkan sejak dini, belajar bukan hanya di bangku formal kan?! Di jaman serba digital kita bisa mengajaknya belajar sambil bermain dan menjadi momen berharga memperkuat bonding antara orangtua dengan anak. Memang sih rasanya pasti akan capek banget, kita harus benar-benar utuh mendampingi anak saat bermain sambil belajar, tapi dari yang sudah aku lakukan, aktivitas ini worth it banget!
Aku memberikan ruang untuk dia bebas bereksplorasi, menuntaskan rasa penasarannya, tugasku hanya mendampingi. Sambil mengamati apa yang jadi interest dia untuk belajar.
Anakku suka sekali menggambar dan latihan mewarnai, mulai pakai crayon ataupun menggambar di atas canvas, ya meskipun gambar memang ala-ala anak 2,5 tahun yang cuman corat coret, tapi aktivitas ini sering jadi ajang kami (aku dan suamiku) untuk family time bersama anak.
Karena aku dan suamiku enggak bisa gambar, tapi demi anak, apa salahnya kita belajar gambar yang bagus biar bisa jadi motivasi anak kami untuk belajar.
Beruntunglah kami menemukan platfom edukasi online yang menyenangkan dengan harga terjangkau mulai dari 38 ribu. Yaap, superprof Platform edukasi untuk mencari guru privat atau kursus yang menyediakan lebih dari 1000 subjek akademis maupun non-akademis.
Jadi kami mengambil one-on-one session atau private belajar gambar secara online di superprof, selama 2 jam pertemuan sangat worth it banget, gurunya ramah, super helpfull dan sabar mengajari kami.
Hanya dengan membayar abodemen atau semacam member per bulan 100 ribu, kita bisa menjelajahi lebih dari 1000 subjek ilmu untuk dijelajahi, ada bahasa inggris, jepang, korea, les piano, gambar.
Nah superprof ini punya keistimewaan salah satunya kita bisa pilih mau les private online atau offline, kita bisa menemukan guru terdekat di rumah.
Nih, bisa pilih guru yang kita mau dengan beragam harga, review dan rating.
Sejauh ini aku pun mengamati bahwa enggak semua orang bisa jadi guru. Karena pintar saja enggak cukup, guru yang baik adalah yg mampu menguasi ilmu dan mengemasnya dengan menyenangkan, sehingga murid memiliki motivasi belajar yang baik. Dan para pengajar di superprof sangat menyenangkan!
Dari sini aku memiliki kesimpulan yang menjadi point utama dalam memutus rantai yang sangat berpengaruh dalam kehidupan keluarga kecilku saat ini :
Mengenali diri sendiri (self awareness) sangat penting untuk menentukan tujuan hidup
Jangan pernah ragu ataupun takut meminta bantuan professional (psikolog/psikiater) karena ini akan sangat membantu kita untuk mempunyai frame work dalam berpikir dalam mengatasi masalah.
Tidak pernah berhenti belajar karena investasi terbaik adalah investasi untuk diri sendiri.
Suatu privilage sebetulnya ketika kita lahir di era digital, ketika kita tahu cara memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya, justeru bisa menjadi jalan kita untuk menjadi lebih baik dari aspek psikis dan ekonomi.
Buat kamu si pejuang pemutus rantai, keep going!!
kamu bisa mendengarkan sambil bersih-bersih rumah, atau sambil bermain bersama anak
Perjalanan menjadi dewasa memang rumit dan gak mudah, biar kamu enggak merasa sendiri follow instagram kami @jadidewasa101
Sudah saatnya #bangunhidupygkamumau